Abu Nawas memang sangat terkenal dengan kecerdikannya dalam memecahkan masalah yang pelik. Begitu juga dengan kisah yang satu ini, Abu Nawas ditimpa masalah, difitnah dan dituduh mencuri.

Akankah Abu Nawas mampu menyelesaikan perkara ini? Berikut kisahnya.

Pada suatu hari, si Fulan datang ke istana Raja Harun Ar Rasyid. Dia ini diam-diam memendam rasa dendam kepada Abu Nawas. Setelah bertemu dengan raja, maka ia pun menceritakan perihal maksud kedatangannya.

"Yang mulia, aku ingin melaporkan perbuatan buruk salah satu orang kepercayaan Anda, "kata si Fulan.
"Siapakah dia dan apa yang telah diperbuatnya? "tanya raja.
"Dia adalah orang kepercayaan Paduka, yaitu Abu Nawas. Dia telah melakukan perbuatan keji, yaitu mencuri kalung emas saya, "jawab si Fulan.

Raja pun terkejut, dan meminta si Fulan menceritakan kronologisnya.

"Begini yang mulia, sepertinya Abu Nawas sudah lama mengincar kalung emas saya. Awalnya ia ingin memebeli kalung tersebut, namun hamba tidak ingin menjualnya, "terang si Fulan.

Mendengar hasutan orang tersebut, Abu Nawas pun langsung dipanggil ke istana. Sesampainya di istana, raja memerintahkan prajurit untu memenjarakan Abu Nawas.


"Tunggu sebentar Paduka, sebenarnya ini ada apa hingga pada begitu marah kepada saya, "bela Abu Nawas sembari kebingungan.

Mendengar ucapan Abu Nawas tersebut, raja langsung murka,
"Berani sekali kamu bertanya seperti itu, bukankah kamu sudah mencuri kalung si Fulan?" bentak raja sambil menunjuk si Fulan yang tak jauh dari raja.
"Tidak Paduka, untuk apa saya mencuri kalungnya? "bantah Abu Nawas.
Abu Nawas mulai sadar bahwa dirinya telah difitnah.

"Buktinya, orang ini membawa selendang milikmu, dan aku pernah melihatnmu memakainya, "kata raja.
Abu Nawas memang pemilik selendang tersebut, namun sudah dua hari lamanya selendang tersebut hilang dicuri oleh seseorang.
Dia sudah mencoba menjelaskan beberapa kali sampai lama, namun kayaknya usahanya sia-sia saja.

Dipancung atau Digantung ?


Pada keesokan harinya, dan karena banyaknya hasutan yang dilontarkan si Fulan kepada raja, akhirnya Abu Nawas dijatuhi hukuman mati. Selain itu, baginda juga ingin menguji kepandaianh Abu Nawas dalam perkara ini.

Saatnya hukuman mati diberikan. Sesaat sebelum hukuman mati dilaksanakan, raja sempat menanyakan apa permintaan terakhir Abu Nawas ini.

Dan oh ternyata saat-saat ini yang palking ditunggu oleh Abu Nawas. Abu Nawas minta agar diberi kesempatan untuk memilih hukuman mati dirinya.

"Hamba minta bila pilihan hamba benar, hamba bersedia dihukum pancung. Tapi jika pilihan hamba dianggap salah, maka hamba dihukum gantung saja, "kata Abu Nawas memohon.
"Engkau ini memang orang yang aneh. Saat-saat genting pun masih saja sempat bersenda gurau. Akan tetapi, dsegala tipu muslihatmu tidak akan bisa menyelematkanmu, "ujar baginda.

"Hamba tidak bersenda gurau, Paduka, "kata Abu Nawas.
Raja pun semakin terpingkal-pingkal dibuatnya. Namun belum selesai raja tertawanya, Abu Nawas berteriak dengan nyaring.





"Hamba minta dihukum pancung !" "Hamba minta dihukum pancung !"

Semua orang yang hadir saat itu dibuat kaget. Mereka bertanya-tanya kenapa Abu Nawas membuat keputusan seperti itu. Sementara itu raja mulai curiga dan sekaligus mulai berpikir tentang kalimat permintaan terakhir dari Abu Nawas tadi.

"Baginda, hamba tadi mengatakan bahwa hamba akan dihukum pancung.Kalau pilihsn hamba benar, maka hamba dihukum pancung. Tetapi dimanakah letak kesalahan pilihan hamba, hingga hamba harus dihukum gantung. Padahal hamba kan memilih dihukum pancung?" jelas Abu Nawas.

Tak disangka olah kata Abu Nawas membuat raja tercengang dan menyadrinya. Dalam hati, raja mengakui kehebatan Abu Nawas. Dan selanjutnya, masalah tersebut masih diusut lagi.

Serlang beberapa hari kemudian, ternyata Abu Nawas hanya difitnah saja oleh si Fulan.
Kisak Abu Nawas nan cerdik serta lucu, cocok sebagai bacaan hiburan bagi kawan-kawan semuanya di dunia nyata maupun di dunia gaib.

Kali ini mengambil judul yang ada hubungannya dengan keledai. Semua tahu kan, kalau keledai itu sering dihubung-hubungkan dengan hewan yang paling dungu di dunia.

Hingga akhirnya sampai juga ke perkataan manusia bahwa kalau orang yang kurang pandai tersebut disebut dengan seperti keledai.

Langsung saja, alkisah, Raja Harun Ar Rasyid bermimpi sangat aneh. Karena keanehan tersebut ada hubungannya dengan Abu Nawas, maka dipanggillah Abu Nawas untuk menghadap Raja.


Setelah bertatap muka, raja berkata,
"Tadi malam aku bermimpi bertemu dengan laki-laki yang sudah teramat tua. Dan ia memakai jubuh yang berwarna putih dan berkata bahwa negerinya akan segera ditimpa malapetaka jika orang yang memiliki nama Abu Nawas masih berdiam di negerinya."

"Mimpi yang sangat aneh, Paduka...," kata Abu Nawas menyela.
"Terus orang tua itu bilang bahwa Abu Nawas harus segera diusir dari negeri karena selalumembawa kesialan. Dia boleh kembali asalkan tidak boleh berjalan kaki, merangkak, melompat, berlari, menunggang keledai atau tunggangan yang lain, " ujar raja.






Akhirnya Abu Nawas tunduk dan patuh dengan titah rajanya. Dengan bekal secukupnya, Abu Nawas mulai menaiki keledainya, meninggalkan istri dan anaknya.

Di dalam perjalanan, Abu Nawas merasa sangat rindu dengan keluarganya. Dia berpikir keras untuk menemukan jalan keluarnya. Semoga saja Allah SWT memberikan petunjuk sehingga bisa terlepas dari pengasingan dan bisa berkumpul lagi dengan keluargnya.

Sudah setengah bulan lamanya, Abu Nawas melakukan tahajud dan berpikir mencari solusi yang tepat, namun belum juga menemukan.





"Apa aku harus meminta bantuan orang lain saja ya, ah tapi aku tak mau merepotkan orang lain dan aku harus mampu menolong diriku sendiri," guman Abu Nawas.

Nah,pada hari keduapuluh, Abu Nawas menemukan ide yang cemerlang, karena cara yang ditempuhnya sama sekali tak melanggar larangan raja.

Tak terasa juga, Abu Nawas telah sampai di pintui gerbang kerajaan. Rakyat pun menyambutnya dengan suka cita.

Dan kabar kembalinya Abu Nawas ini terdengar juga oleh raja. Baginda raja sangat yakin sekali bahwa kembalinya Abu Nawas telah melanggar salah satu larangannya.

Maka segera dipanggilllah Abu Nawas. Setelah mendapapat penjelasan dan saksi yang melihatnya, ternyata Abu Nawas menggelayut di bawah perut keledai.

Raja sangat kecewa karena Abu Nawas berhasil dan terbebas dari hukuman. Karena Abu Nawas memang tidak mengendai keledai.
Pada suatu hari, Raja Harun Ar Rasyid kelihatan murung sekali karena beliau memiliki pertanyaan dan para menterinya belum ada yang mampu mnenjawabnya dengan tepat.

Akhirnya berimbas suasana istana terlihat sunyi senyap karena rajanya sedang termenung memikirkan dua pertanyaan sang raja. Semuanya telah berusaha dengan keras, naman jawaban dari pertanyaan raja belum juga ketemu.

Baginda raja sangat ingin tahu jawabannya. Mungkin karena rasa penasaran, penasehat kerajaan menyarankan untuk memanggil Abu Nawas untuk memecahkan teka-teki yang membingunkan ini.

Karena dua pertanyaan ini, baginda raja tak dapat tidur karena kepikiran dengan keingintahuannya untuk menyingkap fenomena alam tersebut.




Abu Nawas akhirnya jadi dipanggil dan menghadap sanga raja.
"Tuanku yang mulia, sebenarnya rahasia alam yang manakah yang Paduka maksudkan?" tanya Abu Nawas.



"Aku memanggilmu untuk menemukan jawaban dari dua teka-teki yang selama ini menggoda pikiranku, "kata raja.
"Bolehkah hamba mengetahui dua teka-teki itu, wahai Paduka?" tanya Abu Nawas.

"Yang pertama, dimanakah sebenarnya batas jagad raya ciptaan Tuhan kita itu?" tanya raja.
"Di dalam pikiran wahai Paduka yang mulia, "jawab Abu Nawas.
"Kenapa bisa begitu?" tanya raja.
"Tuanku, ketidakterbatasan itu ada karewna adanya keterbatasan. Dan keterbatasan itu ditaqnamkan oleh Tuhan di dalam otak manusia. Dari itu, manusia tidak akan pernah tahu dimana batas jagad raya ini. Sesuatu yang terbatas tentu tak akan mampu mengukur sesuatu yang tidak terbatas, "jelas Abu Nawas.


Raja mulai tersenyum karena merasa puas mendengarkan jawaban Abu Nawas yang masuk akal. Kemudia, Baginda melanjutkan dengan teka-teki yang kedua.

"Wahai Abu Nawas, manakah yang lebih banyak, bintang-bintang di langit ataukah ikan-ikan di laut?" tanya raja.
"Ikan-ikan di laut, Paduka, "jawab Abu Nawas.
"Bagaimana kamu memutuskan hal tersebut, apakah kamu pernah menghitungnya?" tanya raja.






"Paduka yang mulia, bukankah kita semua tahu bahwa ikan-ikan itu setiap hari ditangkap dalam jumlah yang besar, namun seolah-olah jumlah mereka tak berkurang sama sekali. Sementara bintang-bintang tak pernah diambil, jadi jumlah tetap saja," jelas Abu Nawas.

Seketika rasa penasaran Baginda raja sirna atas jawaban yang diberikan oleh Abu Nawas.
Kisah petualangan si cerdik Abu Nawas hadir kembali di bulan April 2016. Abu Nawas memang selalu memiliki cara untuk menguraikan maalah yang pelik sekalipun.

Begitupun pada saat ada dua orang ibu yang memperwbutkan bayi. Dan Abu Nawas memerintahkan seorang algojo untuk menentukan siapa sebenarnya ibu yang asli dari bayi tersebut.

Berikut Kisahnya


Pada suat hari, Baginda Raja Harun dibuat bingung oleh pengakuan kedua orang ibu yang memperebutkan seorang bayi. Keduanya sama-sama bersikukuh bahwa ia merupakan ibu sebenarnya dari bayi tersebut.


Langkah raja untuk menyidangkan sengketa tersebut juga menjadi buntu. Meskipun sudah dipaksa untuk bersumpah, namun kedua ibu itu nyaris baku hantan untuk memperebutkan bayi tersebut.

"Coba sebutkan ciri-ciri khusus dari bayi ini, "tanya Raja Harun.
"Di tangan kirinya terdapat tahi lalat sebesar mata ayam, "kata wanita pertama.
"Coba periksa daja di pantat bayi itu, pasti ada juga tahi lalat, "jawab wanita kedua.





Memperebutkan Bayi


Setelah diperiksa, ternyata kedua wanita tersebut sama-sama benar. Akibatnya sang raja menjadi kesulitan untuk menyelesaikan sengketa itu. Karena kasusnya yang bertlarut-larut, maka raja memanggil Abu Nawas. Beliau berharap kecerdikan otak Abu Nawas mampu menyelesaikan sengketa tersebut.

Keesokan harinya, Abu Nawas datang ke persidangan dengan membawa seorang algojo. Algojo tersebut membawa sebuah pedang yang terlihat sangat tajam.

Setelah semua upaya gagal, Abu Nawas menempatkan bayi itu di atas sebuah meja. Lalu dipanggillah algojonya untuk bersiap-siap membelah bayi itu menjadi dua bagian.

"Apa yang akan engkau perbuat pada bayi itu?" tanya kedua wanita itu keheranan.
"Sekali lagi, sebelum saya mengambil tindakan khusus, apakah salah satu dari kalian bersedia mengalah dan menyerahkan bayi ini kepada yang memang berhak memilikinya?" tanya Abu Nawas.

"Tidak, bayi itu adalah anakku!" tutur kedua wanita itu serempak.
"Baiklah kalau kalian memang sungguh-sungguh menginginkan bayi ini dan tak ada yang mau mengalah, maka saya terpaksa akan membelah bayi ini menjadi dua bagian sama rata, "ancam Abu Nawas.






Di luar dugaan, wanita yang pertama senang bukan kepalang, sedangkan wanita yang kedua menjerit-jerit histeris.

"Baiklah, saya rasa itu keputusan yang adil, "ujar wanita yang pertama.
"Tolong jangan dibelah bayi itu, biarlah aku yang mengalah saja, asalkan bayiku tidak dibunuh, "ucap wanita yang kedua sambil memohon.

Sebuah Akal Cerdik


Melihat pemandangan tersebut, Abu Nawas bisa tersenyum lega karena sudah ditemukan siapa sebenarnya ibu dari bayi yang diperebutkan tersebut.

Segera saja Abu Nawas mengabil bayi tersebut lalu menyerahkannya kepada wanita yang kedua.
"Ini memang bayimu Ibu..., "kata Abu Nawas.
Karenatak seorangpun ibu yang tega melihat anaknya dibunuh.

Mengetahui kedoknya terbongkar, wanita pertama hanya terdiam malu. Abu Nawas meminta untuk menghukum wanita pertama sesuai dengan kejahatan yang dilakukannya.

Baginda raja merasa puas terhadap teknik yang diambil oleh Abu Nawas. Dan sebagai rasa terima kasih, Baginda Raja Harun menawari Abu Nawas menjadi penasehat hakim kerajaan.

Namun Abu Nawas menolaknya karena ternyata Abu Nawas lebih suka dengan statusnya sebagai rakyat biasa.
Pada suatu hari, kota Baghdad digemparkan dengan pencurian di rumah saudagar kaya raya dan ada sebanyak uang seratus dinar lenyap digonddol maling.

Nampaknya maling tersebut sangat profesional. Buktinya saja sudah banyak petugas dikerahkan untuk mengejar pencuri itu, namun si maling tak kunjung ketangkap.

Sang saudagar kaya raya semakin gusar dibuatnya. Bagaimana tidak, sudah uangnya diambil kemudian ada rasa penasaran sebenarnya siapa pencuri lihai tersebut.

Hebatnya, tak ada satu pun pertanda yang bisa dilanjutkan sebagai bahan penyelidikan lebih lanjut. Bahkan meskipun telah mendesak pejabat setempat, tetap saja hasilnya nihil.

Pengumuman dan Sayembara


Pada akhirnya, sang saudagar membuat keputusan, barangsiapa yang mencuri hartanya dan dia mau mengembalikan, maka dia akan mendapatkan hak separuh dari harta yang dicuri tersebut.

Namun meskipun sudah diberikan pengumuman tersebut, si pencuri tak kunjung memperlihatkan batang hidungnya. Bahkan si pencuri ini merasa nyaman dan aman karena tak satupun orang yang mengetahui ulahnya.

Tidak putus asa, sang saudagar akhirnya membuat sayembara baru. Barang siapa yang berhasil mendapatkan pencuri tersebut, maka dia akan mendapatkan seluruh harta tersebut.

Tentu saja sayembara ini sangat menarik warga Baghdad. Banyak sekali orang yang mendaftar untuk ikut andil bagian, termasuk si pencuri itu sendiri.


Awalnya si pencuri berniat untuk meninggalkan kota Baghdad dengan membawa harta curiannya. Namun setelah dipikir-pikir, kepergiannya hanya akan membuka aibnya.





Oleh karena itu, si pencuri mencoba bertahan di kota dengan ikut-ikutan menjadi peserta sayembara. Dia semakin merasa aman saat berkumpul dengan peserta sayembara.

Dia sangat yakin kedoknya tidak akan terbongkar.

Tongkat Ajaib


Begitu melihat hasil yang belum jelas terlihat dari sayembara yang sudah dibukanya, sang saudagar akhirnya mendesak sang hakim untuk mendatangkan Abu Nawas.

Namun sayangnya, Abu Nawas pada hari itu sedang berada di Damaskus dan baru bisa pulang pada esok harinya. Semua harapan bertumpu pada Abu Nawas.

Kasak kusuk begitu genjar di kalangan warga, mereka menebak apakah Abu Nawas mampu menguak teka-teki tersebut. Sementara itu, si pencuri hatinya menjadi ciut karena dia tahu bagaimana kemampuan Abu Nawas dalam memecahkan masalah.






Pada keesokan harinya, Abu Nawas datang dengan membawa tongkat banyak sekali. Dan kemudian dia membagikan tongkat-tongkat tersebut kepada semua yang hadir sambil berpesan.

"Tongkat-tongkat ibi sudah saya mantrai, kalian bawa pulang. Besok bawa kembali ke sini. Jika salah satu diantara kalian pencurinya, maka tongkat akan bertambah satu telunjuk. Yang bukan pencuri, maka tidak usah khawatir, "ujar Abu Nawas.

Kemudian semua warga pulang dan si pecuri bingung bagaimana bisa lolos di esok hari. Setelah memeras otak, dia memutuskan untuk memotong tongkat tersebut sepanjang telunjuk jarinya.

Benar.
Keesokan harinya, semua warga berkumpul dan mengembalikan tongkat kepada Abu Nawas. Pada saat menerima tongkat dari pencuri tersebut, Abu Nawas langsung menangkapnya karena tongkatnya menjadi lebih pendek.

Kemudian si pencuri diadili dengan seadil-adilnya. Akhirnya Abu Nawas berhak menerima uang 100 dinar tersebut. Namun uang tersebut dibagikan kepada fakir miskin di kota Baghdad.
Pada suatu pagi yang cerah, seperti biasanya Abu Nawas jalan-jalan pagi sekedar untuk menyegarkan tubuhnya. Dan tanpa tersa, Abu Nawas telah berjalan hingga menasuki sebuah hutan.

Di dalam hutan tersebut ada suatu perkampungan yang baru dikenalnya. Menjelang siang hari, ternyata Abu Nawas telah memasuki kampung suku dalam.

Tampak orang sibuk ramai ketika ia datang, membuat bu Nawas menjadi pnasaran dan ingin mendekat lagi. Namun tanpa disadari, ada dua orang laki-laki mendekatinya.

Eits...Abu Nawas kaget karena dipegang oleh laki-laki tersebut. Sudah badannya tegap-tegap, menakutkan juga. Abu Nawas ditangkat dan dibawa ke hadapan pemimpin mereka.

"Apa-apaan ini, apa salhaku, aku mau diapakan?" teriak Abu Nawas.
"Kau lihat belanga yang berisi air mendidih itu, kau akan dimasukkan ke dalamnya dicampur dengan tepung untuk dijadikan bubur,"kata orang yang menangkapnya.

Salah satu pria tersebut menerangkan bahwa kebiasaan penduduk suku dalam akan menangkap orang yang lewat, lalu menyebelihnya dan menjadikannya bubur sebagai hidangan sehari-hari.

Dijadikan Bubur


Melihat hal tersebut, Abu Nawas mala mulai tampak tenang dan menjalankan taktiknya.
"Jika kalian ingin membuat bubur, dagingku sangatlah sedikit, pasti tidak enak. Jika kalian mau, aku akan membawa temanku yang bertubuh gemuk, "bujuk Abu Nawas.

Setelah berusaha meyakinkan suku dalam tersebut, akhirnya Abu Nawas dibebaskan dengan syarat besok harus membawa temannya yang dijanjikan tersebut.

Setelah dibebaskan, Abu Nawas langsung menuju istana dan tampaklah sang raja yang gemuk, mungkin karena kerjaannya hanya duduk-duduk saja setiap harinya.

Setelah menghadap raja, Abu Nawas memberitahukan bahwa suku dalam sedang membuat suatu perayaan dan Abu Nawas bersedia menemani dan mengantarkan baginda raja sampai ke tempat.




Abu Nawas hanya minta kepada baginda hanya dirinya saja yang mengawalnya tanpa didampingi prajurit serta mengenakan pakaian biasa agar tidak terlihat mencolok.

Baginda raja menerima saran dari Abu Nawas dan akhirnya mereka berdua berangkat hingga memasuki sebuah kampung yang ada di dalam hutan. Tibalah keduanya di sebuah rumah yang tampak ramai.

"Saya masuk terlebih dahulu untuk melihat, Baginda tunggu di sini, "ujar Abu Nawas.

Kemudian Abu Nawas masuk ke dalam rumah untuk mengatakan kepada warga kampung dalam bahwa ia telah membawa teman gemuk yang ia janjikan.

"Aku memenuhi janjiku,di luar ada temanku, "ujar Abu Nawas sembari berjalan keluar.
"Itu rumah penjual bubur, mungkin sangat lezat buburnya sehingga banyak pengunnjungnya, "guman baginda raja.

Tak berapa lama kemudian, ada dua pria yang keluar dan langsung menangkap raja dan membawanya ke dalam rumah. Sementara itu, Abu Nawas langsung angkat kaki dari kampung itu.
"Jika raja cerdas, maka ia akan selamat. Jika tidak maka ia akan menjadi bubur, "guman Abu Nawas.

Membuat Peci


Sementara itu, raja yang akan disembelih membuat taktik.
"Badanku ini banyak lemaknya, jadi pasti tidak enak kalau dibuat bubur. Aku bisa membuat peci yang bagus dan bisa dijual melebihi harga bubur kalian. "tutur raja.

Akhirnya mereka sepakat dan raja diberi waktu untuk membuktikannya membuat peci indah yang berharga mahal. Dan setelah beberapa hari kemudian, jadilah peci yang sangat elok.





Di atas peci, raja menambahkan bunga yang ditata rapi sehingga membentuk kata seperti sebuah surat pendek yang maknanya kurang lebih adalah,
"Aku raja, belilah peci ini berapa saja, lalu bawa pasukan untuk membebaskanku."

Setelah pecinya jadi dan siap dijual, raja berpesan agar peci tersebut dijual kepada menteri keamanan kerajaan karena dijamin akan menerima harga tinggi.
"Juallah dengan harga 10 dirham, karena hanya menteri yang bisa membeli peci ini, "ucap raja.

Benar juga, setelah sang menteri melihat peci tersebut, dia menjadi tertarik dan terpikat. Pada saat melihat rangkaian bunga di atas peci, barulah dia paham dan kemudian membelinya.

Pada malam harinya, sang menteri membawa pasukan untuk membebaskan rajanya. Dan setwlah raja dibebaskan, raja menyuruh membawa Abu Nawas ke hadapannya.

"Ampun Baginda, saya hanya ingin memberitahu baginda bahwa ada rakyat yang berbuat zalim, ujar Abu Nawas.
Mendengar jawaban tersebut, amarah baginda sirna, malahan Abu Nawas diberi hadiah sekantung emas.
Kisah Abu Nawas hadir kembali di akhir tahun 2015 dengan petualangannya yang selalu saja menarik disertai kekocakan sana sini. Sehingga membuat kisah Abu Nawas tiada henti untuk dituturkan.

Abu Nawas adalah sosok yang beriman, cerdik dan tenaganya selalu dibutuhkan oleh raja yang berkuasa pada saat ini. Mungkin saja beliau menyalahi aturan, namun tujuannya tetap baik.

Seperti kisah yang satu ini, dimana kecerdikan Abu Nawas kembali diuji, apa memang benar cerdik seperti yang diceritakan oleh banyak orang.

Pengemis (ilustrasi)

Kisahnya


Pada siang hari yang sangat terik, Abu Nawas sedang duduk-duduk di beranda depan rumahnya. Abu Nawas tidak bekerja hari itu, karena maklumlah karena cuaca sangat terik sekali.

Sambil ditemani istrinya, tiba-tiba saja dari kejauhan ada beberapa prajurit kerajaan yang mendatangi rumahnya. Ternyata para prajurit tersebut diperintahkan raja agar menjemput Abu Nawas.

Setelah sampai di istana kerajaan, di situ terlihat Baginda Raja sudah menunggu agak lama juga.
"Wahai Abu Nawas, aku saat ini benar-benar butuh bantuanmu," kata raja.

Sesaat kemudian, raja mulai bercerita. Raja telah mendapat laporan bahwa di wilayahnya ada seorang saudagar kaya raya yang menolak membayar zakat. Saudagar tersebut bernama Tuan Kabul.





Mendengar penuturan raja, sejenak Abu Nawas berpikir dan kemudian menjawab,
"Mengapa Baginda tidak panggil saja dia ke istana? Lalu masukkan saja ke penjara?"

"Sebenarnya bisa saja aku berbuat demikian. Namun apa tidak ada cara lainnya yang lebih baik dan halus. Soalnya sangat disayangkan kalau aku menghukum," kata raja lagi.

"Bagaimanapun juga, dia dulu adalah orang yang paling rajin membayar zakat. Tapi entah kenapa semakin dia kaya raya, malah makin malas membayar zakat," kata raja lagi.

Imbalan Raja


Memang secara pribadi, Abu Nawas lebih senang kalau Tuan Kabul tersebut dihukum penjara dan semua permasalahan menjadi beres. Karena semua orang sudah tahu bahwa Tuan Kabul tersebut sangatlah pelit.

Bayangkan saja, hampir tak ada orang yang menyukai Tuan Kabul ini, kecuali hanya para abdinya. Namun karena ini adalah perintah raja, maka mau tak mau Abu Nawas ikut memikirkan jalan keluarnya.

Akhirnya Abu Nawas meminta waktu beberapa hari untuk memikirkan jalan keluarnya. Meskipun tak bekerja menggunakan otot, Abu Nawas diberi sekantong ems oleh raja untuk menghidupi keluarganya, dengan syarat harus bisa menyadarkan Tuan Kabul.




Setelah seminggu, Abu Nawas kembali ke istana.
"Bagaimana? Apa taktikmu sekarang?" tanya raja.
"Beres Baginda, sudah ditemukan caranya. Cuma, saya dan Baginda harus jadi pengemis. Apakah Baginda bersedia?" tanya Abu Nawas.

Pada mulanya, Baginda Raja agak kaget dengan takti Abu Nawas. Karena ada rasa keinginan kuat untuk menyadarkan Tuan Kabul, akhirnya rajapun bersedia.

Menjadi Pengemis


Dengan memakai pakaian layaknya pengemis, Abu Nawas dan Baginda Raja pergi meluncur ke rumahnya Tuan Kabul. Pada saat itu, Tuan Kabul sedang berada di rumah. Nasib mujur.

Abu Nawas segera saja mengucapkan salam dan menyapa Tuan Kabul.
"Apakah Tuan mempunyai uang rewceh?" kata Abu Nawas.
"Tidak ada!" jawab Tuan Kabul.
"Kalau begitu, apakah Tuan punya pecahan roti kering, sekedar untuk mengganjal perut kami?" tanya Abu Nawas.
"Tidak ada!" kata Tuan Kabul.

Lazada Indonesia

"Kalau begitu, kami minta segelas air saja, adakah Tuan?" tanya Abu Nawas.
"Sudah aku bilang dari tadi aku tidak punya apa-apa!" kata Tuan Kabul yang mulai emosi.
Justru inilah yang ditunggu-tunggu Abu Nawas, sifat emosi yang dimunculkan Tuan Kabul.


"Kalau Tuan tidak punya apa-apa, mengapa Tuan tidak jadi pengemis seperti kami saja?" kata Abu Nawas.
Wajah Tuan Kabul terlihat sedih, teringat akan masa lalunya yang terbilang miskin dan tak punya apa-apa.

Rasa marah, tersinggung dan terhina bercampur aduk dirasakan Tuan Kabul. Namun belum sempat Tuan Kabul sadar siapa yang berdiri di depannya, raja mulai angkat bicara.

"Bagaimana Kabul, apakah memilih menjadi orang kaya atau orang yang tak punya?" kata raja. Kalau mau kaya, bayarlah zakat, kalau tidak mau kaya, mengemis saja kayak orang ini," kata raja sambil menunjuk ke Abu Nawas.

Tuan Kabul akhirnya sadar bahwa kalau mau kaya seharusnya orang rajin membayar zakat karena dengan membayar zakat, maka hadiahnya berlipat ganda.

Akhirnya Tuan Kabul mau membayar zakat setelah Abu Nawas membacakan Al Qur'an dan ancaman-ancaman yang didapat kalau seseorang enggan membayar zakat.

DONGENG ABU NAWAS

Diberdayakan oleh Blogger.